Jumat, 27 Juli 2012
Subtitle Terjemahan Saya: Nodame Cantabile The Movie 2 Final Score
Saya tuh suka banget baca manga Nodame Cantabile. Awalnya, saya agak segan menonton doramanya. Tapi ternyata doramanya juga bagus. Agak malas juga sih melihat beberapa adegan komikal yang sering dimunculkan.
Nodame Cantabile the movie 2 agak beda dengan versi dorama atau movie yg pertama. Saya merasa di movie 2 ini adegannya mulai dibuat sedikit lebih serius, tidak terlalu komikal. Ueno Juri juga lebih cantik. Tamaki Hiroshi-nya kelihatan kurus karena kabarnya dia memang berlatih keras piano dan ilmu konduktor.
Untuk the movie 2 ini saya cukup puas nontonnya. Cuma agak heran film sekeren ini kok subtitle Indonesianya susah dicari. Yaudah karena saya memang ingin menerjemahkan film yang belum ada sub Indonesianya (terutama di subscene) jadi deh saya terjemahkan. Jujur sih, banyak timing yang kurang pas. Sebenarnya itu juga hasil translate dari sub Inggris, lumayan okelah daripada nggak.
Terus mau bilang juga, beberapa terjemahan ada yang sontek dari manga terjemahan bahasa Indonesianya yang terbitan Elex. Beberapa terjemahan juga kurang selaras, misalnya concour kadang saya terjemahkan jadi "turnamen" di teks lain tetap "concour" seperti dalam manga. Kurang profesional nih. Nggak papa lah ya, namanya juga buat iseng-iseng.
Yang mau download sub Indonesianya versi BRRip silakan. Yang ini sudah singkron dengan versi ganool. Videonya bisa diambil di Indowebster (cari sendiri oke?)
Rabu, 18 Juli 2012
Subtitle terjemahan saya: Marie Antoinette
Dari dulu saya suka film klasik, apalagi yang bertema kerajaan atau sejarah, asal tidak ada unsur kesadisan saja. Salah satu film yang saya suka adalah film Marie Antoinette.
Nonton film ini tuh jadi ingat pelajaran sejarah tentang revolusi Perancis atau ingat pula tentang anime Lady Oscar ( Rose of Versailles ). Film ini, saya akui, bertema lambat, tapi hal itu justru jadi terasa seperti menonton dokumenter sejarah.
Awalnya saya mengemban misi ingin menerjemahkan subtitle film-film yang belum ada terjemahan bahasa Indonesianya, tapi karena banyaknya hal iseng lain yang ingin saya kerjakan, kerjaan volunteer saya untuk menerjemahkan subtitle jadi telantar deh.
Silakan yang mau download subtitle bahasa Indonesia Marie Antoinette versi: DVDRip ataupun BRRip.
Oh ya, di beberapa bagian ada adegan nudity, jangan nonton bareng anak kecil, oke? Untuk videonya cari sendiri ya.
Perempuan Pecinta Poligami (3P): fenomena nyata!*
Tulisan ini terinspirasi dari berbagai sumber dan sama sekali tidak ilmiah. Jadi, butuh kajian ulang.
Benarkah perempuan tidak suka dipoligami? Tidak ada yg mau, tentu saja.
Benarkah? Hanya untuk bagi perempuan yang ingin benar2 dicintai, YA!
Di tengah maraknya isu pelarangan poligami, ternyata sebagian perempuan Indonesia menikmati poligami. MENIKMATI!
Kok bisa?
Ini di luar kajian ISLAM lho ya... Jadi ini gak ada sentimen agama, mohon maaf sblmnya kalo ada yg tersinggung.
Perempuan pecinta poligami adalah perempuan yg menginginkan hidup santai atau berkarier sesuai impian. Menikah adalah problem bagi perempuan yang menginginkan dua hal tersebut. Berikut adalah problemnya.
1. Capek ngurusin pakaian suami, masakin, bloman kalo udah urusan ranjang. Deuh... capek bgt dah, gak ada waktu buat santai dan diri sendiri.
2. Pengen bgt mengejar karier dan dapet uang yg banyak, tapi kbykan suami gak suka kalo istrinya pny jam kerja lebih byk apalagi yg gajinya gedean.
3. Lebih suka konsen ngurus anak dan beresin rumah setiap hari. Anak aja sering berantakin rumah, pas suami pulang... idih! gak bgt dah, sepatu asal lempar abis itu minta makan, abis itu... aaaakh! gw capek tauk!
TAPI
kami (perempuan) harus menikah, biar punya status dan pelindung.
AKHIRNYA
POLIGAMI jalan keluarnya! Soalnya...
"Enak kan? gak tiap hari suami pulang, jadi baju kotor cuman dikit deh"
"Kalo capek mslh ursan ranjang, tinggal dioper, beres"
"Kita bisa kerja, udah gitu dapet uang jg dari suami, anak tinggal ksh pembantu, jadi kita idup enak"
Jadi, yg poligami ada lho perempuan modern (terpelajar dan dari awal emang org kaya). Bisa dibilang poligami sebenarnya solusi bagi para perempuan yg ingin meniti karier bagus mengejar impian masa muda, jiah... so, gimana nih? Fenomena yg ini jarang bgt disorot loh, pdhl dlm praktiknya byk, cuma gak smua yg berpikir demikian mau mengungkapkannya. Yah... terdengar murahan, apalagi tdk sedikit yg sudah merusak rmh tangga org.
Poligami adalah fenomena sosial (blm ktm teorinya) tidak semua perempuan merasa ditindas dg dipoligami, tapi sebaliknya juga ada. Satu pesan saya utk perempuan yg tertindas, jadilah perempuan yg cerdas kalo dipoligami, kalo gak mau cerai coba aja berpikir kyk perempuan di atas hehehe ^^ (Yg ini saran gak bener loh)
Tetap saja sbg perempuan, kita pny pilihan, lagian ada kan perjanjian pranikah (coba tonton KCB deh, lmyn tuh sumber pljrn). PEREMPUAN PUNYA PILIHAN. Asal ingat jgn sampe ditipu pria yg tlh menikah. Ingat juga, menikah adalah penyatuan dua keluarga, bkn cuma dua insan.
Secara pribadi saya gak mau dipoligami, tapi setiap org pny pilihan "dipoligamiin" atau "mempoligami" apa gak. Itu aja.
Tulisan ini pernah saya publikasikan di facebook.
Label:
Artikel Iseng,
Poligami,
Renungan,
Sisi Lain Poligami,
Sosial
Film Bertema Sadis. Menghiburkah?
Kadang atau mungkin sering saya merasa heran dengan banyaknya orang yang menyukai film bertema sadisme atau ada adegannya yang berdarah-darah. Saya sendiri tidak menyukai film bertema horor dan sadisme.
Dari dulu saya percaya, pikiran buruk seseorang bisa menggerogoti hati orang tersebut.Pernah nggak kalian bisa merasakan betapa sakitnya bila digituin, diginiin, dan digonoin saat nonton film itu? Banyaknya darah yang muncrat ke mana-mana bikin saya merinding. Tapi kenapa justru banyak pula orang yang menyukainya?
Baru-baru ini saya membaca novel trilogi The Hunger Games. Yup, seakan-akan orang yang menonton kesadisan dengan riang gembira rasanya sisi kemanusiaan mereka lenyap. Tapi namanya novel masa iya di alam nyata ada? Wah, kalau dipikir-pikir banyak juga berita yang mencatumkan si anu diginian, dia digituan, yang ono digonoin.
Saya sendiri paling tidak suka membaca artikel berita tentang pemerko***, penyi*** dsb. Miris, sedih, dan lagi kesal karena tidak punya kemampuan untuk mengubahnya, menolongnya, memperbaikinya Akkkkhhh!
Mungkin Anda bertanya-tanya kenapa saya sampai sebegitu bencinya dengan film bertema sadis. Bukan salah saya sebenarnya. Tapi waktu masih kecil saya diajak nonton video Bosnia. Ada adegan yang masih menghantui saya sampai sekarang, adegan kepala yang sedikit bergerak di atas tanah, saya cuma bisa "zaofywpu03450(**(^(*%849534k". Yeah... dan beberapa tahun kemudian nonton video tragedi SARA di Ambon yg lagi dengan adegan kelihatan usus dari orang yang masih hidup, saya cuma bisa bilang "ijaohfiy(((^*%97toetluiuiwt". Setelah itu ada juga video tentang Palestina, tapi saya kabur nggak mau nonton.
Dua video sadis yang nyata dan masihkah saya menganggap kesadisan itu hiburan? Bagaimana kalau saya yang menjadi korban dari sebuah kesadisan? Haruskah saya marah terhadap orang-orang yang menonton saya sebagai hiburan, seperti halnya Katniss dalam The Hunger Games?
Saya benar-benar dibuat bingung dengan orang-orang yang mempunyai imajinasi tentang kesadisan. Semestinya imajinasi seperti itu jangan dibiarkan karena pikiran buruk seseorang lama-lama bisa menggerogoti hati orang tersebut. Masih nggak yakin? Coba pikirkan baik-baik.
Wahai kalian yang membaca tulisan ini kalau kalian suka film sadis, tidak ada salahnya untuk menguranginya. Mungkin bagi beberapa orang menonton film sadis dapat mencapai kepuasan, beberapa yang lain mungkin bisa mencapai kepuasan seks. Normalkah? Adakah kemungkinan hal-hal tersebut bisa menyakiti orang lain?
Saya bukan psikiater ataupun ahli psikolog, tapi akan lebih baik jika kita menghindari pikiran-pikiran buruk dengan menyetop hiburan yang merusak hati.
Dari dulu saya percaya, pikiran buruk seseorang bisa menggerogoti hati orang tersebut.Pernah nggak kalian bisa merasakan betapa sakitnya bila digituin, diginiin, dan digonoin saat nonton film itu? Banyaknya darah yang muncrat ke mana-mana bikin saya merinding. Tapi kenapa justru banyak pula orang yang menyukainya?
Baru-baru ini saya membaca novel trilogi The Hunger Games. Yup, seakan-akan orang yang menonton kesadisan dengan riang gembira rasanya sisi kemanusiaan mereka lenyap. Tapi namanya novel masa iya di alam nyata ada? Wah, kalau dipikir-pikir banyak juga berita yang mencatumkan si anu diginian, dia digituan, yang ono digonoin.
Saya sendiri paling tidak suka membaca artikel berita tentang pemerko***, penyi*** dsb. Miris, sedih, dan lagi kesal karena tidak punya kemampuan untuk mengubahnya, menolongnya, memperbaikinya Akkkkhhh!
Mungkin Anda bertanya-tanya kenapa saya sampai sebegitu bencinya dengan film bertema sadis. Bukan salah saya sebenarnya. Tapi waktu masih kecil saya diajak nonton video Bosnia. Ada adegan yang masih menghantui saya sampai sekarang, adegan kepala yang sedikit bergerak di atas tanah, saya cuma bisa "zaofywpu03450(**(^(*%849534k". Yeah... dan beberapa tahun kemudian nonton video tragedi SARA di Ambon yg lagi dengan adegan kelihatan usus dari orang yang masih hidup, saya cuma bisa bilang "ijaohfiy(((^*%97toetluiuiwt". Setelah itu ada juga video tentang Palestina, tapi saya kabur nggak mau nonton.
Dua video sadis yang nyata dan masihkah saya menganggap kesadisan itu hiburan? Bagaimana kalau saya yang menjadi korban dari sebuah kesadisan? Haruskah saya marah terhadap orang-orang yang menonton saya sebagai hiburan, seperti halnya Katniss dalam The Hunger Games?
Saya benar-benar dibuat bingung dengan orang-orang yang mempunyai imajinasi tentang kesadisan. Semestinya imajinasi seperti itu jangan dibiarkan karena pikiran buruk seseorang lama-lama bisa menggerogoti hati orang tersebut. Masih nggak yakin? Coba pikirkan baik-baik.
Wahai kalian yang membaca tulisan ini kalau kalian suka film sadis, tidak ada salahnya untuk menguranginya. Mungkin bagi beberapa orang menonton film sadis dapat mencapai kepuasan, beberapa yang lain mungkin bisa mencapai kepuasan seks. Normalkah? Adakah kemungkinan hal-hal tersebut bisa menyakiti orang lain?
Saya bukan psikiater ataupun ahli psikolog, tapi akan lebih baik jika kita menghindari pikiran-pikiran buruk dengan menyetop hiburan yang merusak hati.
Label:
Artikel Iseng,
Film Sadis,
Renungan,
Semua Tentang Film
Langganan:
Postingan (Atom)